Selasa, 12 April 2016

SPONSOR SELAMAT DATANG DI KAWASAN NAMBANGAN LOR


UCAPAN SELAMAT & SUKSES

Mari warga Kelurahan Nambangan Lor
Sayuk sa Eko Projo ..... 
Bersatu dan Bergotong Royong untuk mewujudkan Lomba Green & Clean

Para Lansia RW. 8 dan RW. 9 Jl. Manyar Kel. Nambangan Lor Reuni di Monumen Kresek



KIM Srikandi, Keberadaan Monumen Kresek di Kecamatan Wungu Kabupaten Madiun diharapkan dapat lebih hidup lagi. Tidak sekedar menjadi jujukan untuk memperingati Hari Kesaktian Pancasila setiap tahun saja. Tetapi juga menjadi destinasi sejarah bagi masyarakat luas yang ingin lebih dalam mengetahui pesan-pesan sejarah yang ditorehkan di Monumen ini.
            Kabid. Pariwisata Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan Pariwisata ( Dinkoperindagpar ) Kabupaten Madiun, Isbani, tidak menampik kondisi Monumen Kresek setiap harinya cenderung sepi. Geliat pengunjung baru terlihat banyak jika sudah mendekati peringatan Hari Kesaktian Pancasila saja. Seperti halnya para Lansia dari Paguyuban Arisan Sepanjang Jalan Manyar tak mau ketinggalan dengan semangat jalan-jalan sambil menikmati keindahan alam menuju lokasi Monumen Bersejarah keganasan PKI saat itu, tutur Abas Nurdin ketua paguyuban. Memang perlu terobosan baru agar keberadaan Monumen Kresek itu bisa lebih representatif. Tidak lagi lesu seperti selama ini.
            Karena itu Dinkoperindagpar telah merencanakan untuk pembangunan panggung di dalam areal Monumen Kresek. Bermodal anggaran Rp. 120 juta dari Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) 2015 ini, panggung itu akan dibangun permanen dengan luasan sekira 8 x 14 meter. “Panggung itu nanti beralaskan paving dan dilengkapi dengan atap peneduhnya. Dibangun persis di sebelah baart monumen,” tukasnya.
            Setelah selesai terbangunnya, panggung itu bakal dijadikan salah satu fasilitas penunjang. Terlebih jika di kawasan monumen bersejarah digelar seremonial hiburan sewaktu-waktu. Untuk momen-momen tertentu, panggung itu bisa dijadikan tempat menggelar event. Seperti pagelaran musik ataupun diskusi. Sedangkan hariannya bisa menjadi tempat berteduh. Jadi wisatawan yang datang ke depannya bisa merasa lebih nyaman, imbuhnya.
            Sudah lama Pemkab. Madiun ingin memberikan sentuhan-sentuhan fisik di Monumen Kresek itu. Mengingat tinggal destinasi pariwisata itulah yang kini masih murni dikelola pemkab. secara keseluruhan. Sayangnya kontribusi untuk pendapatan asli daerah (PAD) dari Monumen yang menceritakansejarah kelam bangsa itu masih belum menunjukkan angka signifikan. “Makanya ini mulai kami urusisedikit demi sedikit. Secara bertahap pula mulai dilakukan pembangunan dan penyempurnaan. Semuanya tentu disesuaikan dengan kekuatananggaran daerah yang ada, imbuhnya.

Warisan Leluhur : Produk Batik Nambangan Lor



KIM Srikandi, Batik Khas Kota Madiun semakin memiliki karakter kuat. Seiring munculnya corak pada produk batik kreasi perajin setempat Sri Murniati, misalnya sengaja motif pecel komplit karena Madiun terkenal dengan Sambel Pecel. “Biar lebih dikenal masyarakat” ujar warga Jl. Halmahera itu, ( Jum’at, 2/10 ).
            Sesuai namanya MURNI – sapaan akrab Sri Murniati juga Perangkat Kelurahan Nambangan Lor, Kecamatan Manguharjo Kota Madiun, motif pecel komplit itu terdiri berbagai corak lazimnya kuliner ikon Kota Madiun tersebut. Mulai dari cabai, kembang turi, kacang panjang, kecambah, daun pepaya, kemangi hingga lempeng. “Memang motih yang saya ambil Kulupan Pecel,” tuturnya.
            Saran Pak Lurah Jemakir, kepada Bu. Murni yang juga perangkat Nambangan Lor terkenal dengan Jeruk Nambangannya, Murni juga terinspirasi untuk menciptakan corak batik Jeruk yang banyak tumbuh di Kelurahan Nambangan Lor itu dipadu dengan Bunga Melati diberi nama SEGER ARUM, Seger jeruknya Arum melatinya. Jeruk Nambangan juga khas kota Madiun, sedangkan melati melambangkan keharuman, jelasnya.
            Murni menekuni kerajinan batik, sejak belasan tahun silam. Bahkan dia tidak hanya memiliki galeri batik di rumahnya tapi juga telah mencetak generasi muda penerus budaya mulai dari karangtaruna, PKK Kelurahan bahkan ke Ibu-ibu Dasawiswa. Meski makin banyak jenis produk Fashion, batik buatannya tetap laris manis. Bahkan mampu menembus pasar luar daerah. Sementara, dalam sehari dia mampu menghasilkan 10 lembar batik dengan dasaran hitam dan 5 lembar dasaran putih.
            Satu lembar batik berukuran 2,5 x 1,15 meter dibanderol dengan harga bervariasi, mulai ratusan ribu hingga jutaan rupiah, tergantung tingkat kesulitan pengerjaanya. Yang bahannya dari kain sutra dengan warna alam harganya bisa sempat 2,5 juta, ungkapnya.
            Sementara, bersamaan Hari Batik Nasional kemarin, Sanggar Batik yang dikelola Murni didatangi sejumlah warga termasuk ibu-ibu PKK. Tak hanya melihat berbagai motif batik, mereka sempat praktik langsung membuat produk yang oleh UNESCO ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya dunia itu.



Nguri-nguri Budaya Nambangan Lor dalam rangka Bersih Desa


KIM Srikandi, Sebelum Belanda datang ke tanah Jawa / Indonesia pada tahun 1602, Kota-kota di Jawa banyak terputus dengan dan derasnya aliran sungai karena hutan-hutan masih lebat. Apalagi daerah tlatah wonorejo ( Madiun ) ini. Kota Madiun pun zaman dulu juga terputus / terbelah jadi 2 (dua) oleh Bengawan Madiun.
            Daerah atau tempat penyeberangan pada zaman dulu adalah Desa Nambangan ini. Dan itu sudah sejak abad ke IV hadirnya Kerajaan Medang Kulon dengan Raja Maha. Maka Raja Dewa Buda, cikal bakal kerajaan-kerajaan Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali. Sebagaimana pada abad ke XIV ditemukan benda-benda bersejarah. Dan tempat yang sangat berjasa sebagai sarana dan prasarana penghubung kerajaan-kerajaan ( Kadipaten-kadipaten ) Brang Wetan dan Brang Kulon adalah Desa kita tercinta ini. Salah satu dari ribuan orang yang pekerjaannya melayani penyeberangan dan barang dari barat bengawan dan timur bengawan Madiun atau sebaliknya adalah Ki Ageng Budhug ( Mbahe tukang Prahu / mbah Budug ) Di sekitar Nambangan menurut nenek moyang kita, kalau menyeberangkan orang / barang dengan gethek ( bambau petung di ikat menjadi satu ), dan kalau menambang pasir dengan biduk-biduk ( prahu lesung yang diberi bambu untuk keseimbangan kiri dan kanan. Kota pecinan dan pasar Gedhe, pasirnya seluruhnya dari pasir Bengawan Madiun ini yang ditambang melalui tempat ini ( Desa ini ).
            Ada versi lain bahwa Mbah Budhug atau Ki Ageng Budhug adalah Prajurit Mataram yang tak mau bersekongkol dengan Belanda akhirnya terdampar di Desa ini, dan yang mengatakan, Beliau adalah seseorang yang berpenyakit budhug (sejenis lepra) pada masa tuanya. Mungkin ada cerita-cerita yang lain sekarang terserah anda kita setuju dengan pendapat ; a) Tukang Biduk,  b) Prajurit Mataram atau c) Orang yang sakit budhug dan atau ketiga-tiganya benar.
            Rumah Ki Ageng Budhug ada disebelah timur Puskesmas Jalan Sriti, yang ada beringinnya. Pada saat istirahat habis bekerja beliau menancapkan tongkatnya ke tanah. Tak tahu bagaimana ceritanya beliau lalu meninggal dunia, karena tua dan anehnya tongkat yang ditancapkan ke tanah mengeluarkan tunas dan hidup sampai sekarang. Tongkat yang setia menemani dirinya sekarang menjadi pohon kenthos yang sangat besar dan rindang, tutur Sampurno, ST Lurah ke 10 selaku penggali Budaya Jawa tentang sejarah tersebut.
            Oleh karena itu berpesan kepada Bp. Jemakir, SP Lurah Nambangan Lor dan LPMK Bp. Rusmoyo untuk Nguri-nguri Budaya Adi Luhung, maka setiap tahun pada hari Jum’at Legi bulan suro selalu mengadakan acara BERSIH DESO dengan “Tradisi Rebut Isi Jodang,” Dengan demikian setiap Suro mimilih Ketua secara musyawarah antara Tokoh masyarakat, Perangkat dan Sesepuh Pinisepuh setempat, untuk mengadakan kegiatan : Kerja Bhakti masal, Pengajian Umum, Wungon, Selamatan, Tilik Kampung, Nyadran dan Sedekah Bumi sekaligus Larung Sesaji di bengawan Madiun,” tutur Toni Widodo, M.Pd. Beliau juga menuturkan kepada masyarakat jangan salah mengartikan antara Budaya dengan Agama, juga tak mau ketinggalan tanggal 15 Nopember 2015 Pawai Budaya. Maka pada bulan Syuro 1949 Saka / Tahun Baru Hijriah 1437 ini, leluhur telah mengingatkan kepada kita kepada para putra desanya ( putra daerahnya ), untuk tidak melupakan sejarah. Semoga dengan acara Gelar Budaya Jawa “ Bersih deso” ini. A). Para leluhur / pendahulu kita (yang babad desa ini) diampuni segala dosa dan kesalahannya, diterima semua amal ibadahnya, serta diberikan tempat yang layak baik disisi-Nya. B). Kita yang sekarang tinggal di Desa ini dijauhkan dari segala balak ( Bahaya dan Malapetaka serta penyakit ), di berkati dengan kelimpahan rejeki, diberikan rasa aman, tentram, nyaman serta damai sejahtera sepanjang hidup, Amien.. amien.. amien yaa robbal alamin.